Senin, 26 Maret 2012

Ebook Farmakologi (Ebooks for Pharmacology and Clinical Pharmacology)

1.      Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, fifth edition, 2004. Leon Shargel, Susanna Wu-Pong, Andrew BC Yu. McGraw-Hill. DOWNLOAD
2.      Basic and Clinical Pharmacologi, 11th edition.  2009. Betram G. Katzung.  DOWNLOAD
3.      Chemistry and Pharmacology Anticancer Drugs. 2006. David E. Thurston. CRS Press. Taylor and Francis Group. DOWNLOAD

4.      Color Atlas of Pharmacology, second edition, 2000. Heinz Lullman (Eds.) Thieme Stutgart. New YorkDOWNLOAD

5.      Goodman and Gilman’s : Manual Pharmacology and Theurapetics, 2008. Laurence L. Brunton and Keith l. Parker (Eds.) McGraw-Hill Medical. DOWNLOAD

6.      Introduction to Pharmacology. 2003. Mannfred A. Holinger. Taylor and Francis.  DOWNLOAD

7.      Molecular Mechanisms of Cardiac Hypertropy and Failure. 2005. Richard A. Walsh.. Taylor and Francis.  DOWNLOAD

8.      Pharmaceuticals Prespectives of Cancer Theurapetics. 2009.Yi Lu and Ram I. Mahato (Eds.). AAPS Press. Springer.  DOWNLOAD

9.      Pharmacology Principle and Practice. 2009. Miles Hacker, Kenneth Bachmann and William Messer. Academic Press. Elsevier.  DOWNLOAD
10. Muller, M., 2010, Clinical Pharmacology: Current Topics and Case Studies, Springer-Verlag, Austria. DOWNLOAD


11. Leonid Poretsky, 2009, Principles of Diabetes Mellitus, Second Edition Springer, New York.  DOWNLOAD

Ebook Toksikologi (ebooks for Toxicology and Clinical Toxicology)

Introduction to Toxicology, 2002. Third Edition, Jhon Timbrell, Taylor & Francis DOWNLOAD

2.  Antidotes. Robert J. 2001, Flanagan and Alison L Jones, Taylor & Francis.  DOWNLOAD

3.  Fundamental Toxicology, John H Duffus and Howard G.J Worth. RSC Publishing.  DOWNLOAD
4.  Environmental Toxicology, 2002, David A. Wright and Pamela Welbourn, Canbridge University Press.  DOWNLOAD 

5.  Clinical Toxicology, Principles and Mecanism, 2005, Frank A. Barile, CRC Press DOWNLOAD 

6.  Hoffman, R.S., 2007, Goldfrank’s, Manual Toxicology Emergencies, Mc-Graw Hill Companies, New York.  DOWNLOAD

Interaksi Obat dengan Reseptor

Yance Anas, M.Sc., Apt.
Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
1.      Agonis dan Antagonis
Suatu senyawa (ligand) yang mampu berikatan dengan reseptor dan mengakibatkan modifikasi protein reseptor sehingga menghasilkan suatu rangsangan dan perubahan fungsi sel disebut sebagai agonis, sedangkan senyawa yang mampu berikatan dengan reseptor dan kemudian menurunkan atau menghilangkan efek suatu agonis, disebut sebagai antagonis (Lullmann et.al., 2000). Agonisme merupakan sebuah peristiwa interaksi ligand dan reseptor yang mampu menghasilkan respon yang dapat teramati.  Sistem di dalam sel akan memproses rangsangan tersebut dan menghasilkan sebuah respon yang dapat teramati.  Gambar 1 mengilustrasikan secara rinci tentang agonis dan antagonis.  Suatu senyawa obat yang mampu menghasilkan respon maksimum disebut sebagai full agonist, sedangkan jika respon yang dihasilkan merupakan respon sub-maksimum, maka agonis tersebut merupakanpartial agonist.  Senyawa obat bisa saja menghasilkan efek yang berlawanan dengan efek yang diharapkan dan senyawa ini disebut sebagai inverse agonist (Offermanns dan Rosenthal, 2008)

Gambar 1.    Kurva hubungan dosis-respon dari suatu obat yang menghasilkan berbagai efek terhadap sistem fisiologis (Offermanns dan Rosenthal, 2008)

Potensi sebuah agonis digambarkan oleh parameter effective-concentration 50% (EC50), merupakan konsentrasi suatu agonis pada reseptor yang mampu menghasilkan respon sebesar 50% dari respon maksimum.  EC50 dapat dihitung berdasarkan kurva hubungan dosis-respon yang mencerminkan aktivitas intrinsik dari sebuah agonis yang mampu memberikan respon maksimum.  EC50 juga menggambarkan besarnya afinitas agonis terhadap reseptornya (Offermanns dan Rosenthal, 2008). Walaupun dua agonis memiliki efek maksimum yang sama, afinitas agonis terhadap reseptornya bisa digambarkan oleh EC50, sehingga EC50 juga bisa digunakan untuk membandingkan potensi dari dua buah agonis (Brunton et.al., 2008)
Partial agonist akan menghasilkan respon di bawah respon maksimum, walaupun semua sisi aktif reseptor telah diduduki oleh jenis agonis yang satu ini (Lullmann et.al., 2000). Perbedaan respon tertinggi dari beberapa partial agonist menggambarkan perbedaan efikasi dari agonis tersebut, sedangkan perbedaan EC50 dari beberapa partial agonist menggambarkan perbedaan afinitas dari agonis tersebut pada reseptor yang sama (gambar 8a).  Perbedaan efikasi pada beberapa full agonist tidak dapat diamati, hal ini disebabkan karena respon maksimum dari beberapa full agonist tersebut adalah sama.  Perbedaan EC50 untuk full agonist bisa disebabkan karena perbedaan afinitas dan atau perbedaan efikasi (Offermanns dan Rosenthal, 2008). EC50 suatu agonis dapat dihitung dengan membuat persamaan regresi antara logaritma konsentrasi agonis (log [A]) dan % respon.  EC50 juga biasanya disajikan dalam bentuk lain, yaitu pD2 yang merupakan nilai dari minus logaritma EC50.
1.      Antagonisme
Penghambatan efek agonis oleh suatu ligand disebut sebagai peristiwa antagonisme.  Karakteristik dari pengaruh antagonis adalah efeknya yang mampu mengurangi kemampuan agonis dalam menghasilkan respon maksimum. Berdasarkan lokasi ikatan antagonis pada reseptor, maka antagonis dibagi menjadi dua, yaitu antagonis kompetitif dan antagonis non-kompetitif. Antagonis kompetitif menduduki tempat ikatan yang sama dengan agonis pada sisi aktif reseptor sel target, tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan di dalam sel (efficasi zero).  Antagonis non kompetitif dapat menghambat efek suatu agonis dengan cara berikatan di tempat lain pada reseptor yang sama, sehingga akan menghambat fungsi reseptor tersebut, atau bisa diakibatkan karena antagonis memediasi perubahan reaktivitas reseptor terhadap agonis (Offermanns dan Rosenthal, 2008).
Efek sebuah antagonis terhadap kurva hubungan dosis-respon agonis dapat menggambarkan mekanisme interaksi sebuah antagonis dengan reseptor.  Suatu antagonis dapat dikelompokkan sebagai antagonis kompetitif adalah jika dilakukan peningkatan konsentrasi agonis pada reseptor akan menghasilkan respon maksimum kembali setelah diturunkan oleh antagonis.  Dengan adanya pengaruh dari sebuah antagonis, pemberian konsentrasi agonis yang lebih besar akan tetap mampu menghasilkan respon maksimum.  Antagonis kompetitif disebut juga sebagai sebagai “antagonis yang terbalikkan” dengan penambahan konsentrasi agonis (surmountable antagonist).  Jika peningkatan konsentrasi agonis pada reseptor tidak dapat kembali menghasilkan respon maksimum, maka antagonis tersebut bukan merupakan antagonis kompetitif.  Antagonis jenis ini kemudian disebut sebagai “antagonis yang tak terbalikkan” (unsurmountable antagonist) atau irreversible antagonist (Offermanns dan Rosenthal, 2008).
Konsep dasar dari teori reseptor mengenai antagonis adalah berupa gagasan tentang mekanisme molekuler spesifik pada saat interaksi agonis dan antagonis, yaitu interaksi ortosterik dan alosterik.Interaksi ortosterik terjadi bila dua molekul saling berkompetisi untuk menempati satu sisi ikatan yang sama pada sebuah reseptor, sedangkan interaksi alosterik terjadi ketika dua molekul tidak berkompetisi untuk berikatan pada sisi ikatan yang sama, akan tetapi masing-masing memiliki tempat ikatan tersendiri pada reseptor dan keduanya berinteraksi melalui efeknya terhadap protein (perubahan konformasi reseptor).  Pada interaksi ortosterik hanya satu molekul saja yang dapat menduduki reseptor, sedangkan pada interaksi alosterik, kedua molekul dapat menduduki reseptor pada waktu bersamaan.  Kedua mekanisme aksi antagonisme ini memiliki pengaruh terhadap aktivitas farmakologi agonis.
Artikel lengkapnya silahkan download aja fulltext nya (pdf) DOWNLOAD 

Selasa, 20 Maret 2012

Percobaan dengan Alat Organ Terisolasi

Yance Anas, M.Sc., Apt.
Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang


Percobaan dengan menggunakan organ terisolasi merupakan metode klasik dalam percobaan farmakologi yang dapat digunakan untuk menganalisa hubungan dosis-respon suatu senyawa obat.  Walaupun beberapa metode tingkat molekuler telah tersedia untuk mempeajari respon seluler suatu obat pada beberapa dekade belakangan ini, metode organ terisolasi masih dianggap sebagai metode yang baik untuk menelusuri aktivitas farmakologi suatu obat. Dengan cara mengisolasi suatu organ atau jaringan dari suatu sistem fisiologis, perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan atau organ karena pengaruh suatu senyawa kimia dapat dipelajari secara lebih mendalam dan akurat.  Sebagai contoh, senyawa vasokonstriktor dapat diukur aktivitasnya dengan menggunakan beberapa bagian pembuluh darah terisolasi, seperti vena portal atau vena saphenous, mesenteric, arteri koroner dan arteri basilar.  Organ atau bagian organ yang diisolasi akan mampu tetap bertahan hidup selama beberapa jam di luar tubuh jika organ tetap dikondisikan berada dalam lingkungan fisiologisnya, yaitu dengan cara pemberian cairan fisiologis dalam temperatur yang sesuai, asupan oksigen dan nutrient yang tepat dari luar.  Rangsangan fisiologis dan farmakologis terhadap organ terisolasi selanjutnya dapat tercatat dengan menggunakan alat perekam yang tepat. Efek kontraksi pembuluh darah akan tercatat dengan mengkondisikan pembuluh darah dengan bantuan dua penjepit / penahan sedemikian rupa dalam alat organ terisolasi dengan sedikit diberi tekanan
(Lullmann, et.al., 2000).
Gambar 1.  Skema alat organ terisolasi

Percobaan dengan organ terisolasi sering digunakan dalam berbagai bidang penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut  :
a.       Penelitian dalam bidang kardiovaskuler, yaitu dengan menggunakan cincin aorta terisolasi, irisan otot jantung, baik menggunakan otot dengan potongan membulat, atrium atau organ jantung utuh (Ko dan Paradise, 1971; Irie, et.al., 2009; Huynh, et.al., 2009).
b.      Penelitian untuk mempelajari efek suatu senyawa terhadap sistem gastrointestinal, menggunakan preparat ileum atau kolon.  Selain itu, beberapa organ lain seperti ujung bagian bawah jaringan lambung dan sphincter juga telah digunakan untuk mengamati berbagai respon senyawa terhadap sistem pencernaan (Jarvie, et.al., 2008).
c.      penelitian efek senyawa obat terhadap organ pernafasan, dilakukan dengan menggunakan menggunakan cincin trakea, irisan jaringan paru-paru, bagian diafragma, otot polos arteri pulmonary dan jaringan parienkim paru-paru  (Niemeier, 1984; Folkerts, et.al., 1995; Zhao, et.al., 2009).
d.      Penelitian dengan menggunakan preparat otot polos lainnya seperti dengan menggunakan organ atau bagian dari organ kandung kemih, irisan otot penis, uterus dan jaringan prostat (Xiao, et.al., 2010; Adebiyi, et.al., 2003; Brandli, et.al., 2010).
Percobaan dengan menggunakan organ terisolasi memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut (Lullmann, et.al., 2000)  :
a.       Konsentrasi obat pada jaringan bisa diketahui dengan pasti.
b.   Sistem organ terisolasi bersifat lebih sederhana, sehingga adanya kemudahan dalam mengamati hubungan rangsangan dan respon.
c.   Jika dibandingkan dengan efek yang terjadi ketika menggunakan organisme utuh, metode organ terisolasi sangat memungkinkan untuk menghindari efek kompensasi yang akan mengurangi efek mencapai separuhnya.  Contohnya  peningkatan tekanan darah secara simultan akan dikurangi oleh reflek kompensasi penurunan jumlah denyut jantung pada organisme hidup.  Hal ini tidak terjadi pada metode organ terisolasi.
d.      Metode organ terisolasi mempunyai kemampuan untuk mengukur efek sampai pada efek dengan intensitas maksimum.  Hal ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan ketika menggunakan organisme utuh, seperti efek konotropik negatif dari suatu obat tidak bisa dilanjutkan sampai pada efek maksimumnya, karena akan mengakibatkan berhentinya denyut jantung (cardiac arrest) pada organisme hidup sehingga hal ini tidak bisa dilakukan.
Beberapa kelemahan percobaan dengan organ terisolasi (Lullmann, et.al., 2000; Niemeyer dan Bingham, 1972 )  :
a.       Kerusakan jaringan selama pembedahan tidak dapat dihindarkan.
b.      Hilangnya regulasi fisiologis dari fungsi organ terisolasi.
c.     Lingkungan fisiologis buatan tidak sepenuhnya sama dengan cairan fisiologis dalam tubuh, sehingga lama kelamaan akan berpengaruh buruk terhadap jaringan.
d.      Tidak dapat digunakan pada penelitian yang membutuhkan waktu pengamatan yang relatif lama, sebagai contoh preparat paru-paru dalam alat organ terisolasi hanya mampu bertahan hidup selama 4 jam.

DAFTAR PUSTAKA
Adebiyi, A., Ganesan Adaikan, P. and Prasad, R.N.V., 2003, Tocolytic and Toxic Activity of Papaya Seed Extract on Isolated Rat Uterus, Life Sci., 74(5) : 581-592.
Brandli, A., Simpson, J.S. and Ventura, S.,2010, Isoflavones Isolated from Red Clover (Trifolium pratense) Inhibit Smooth Muscle Contraction of the Isolated Rat Prostate Gland, Phytomedicine, 17(11) : 895-901
Folkerts, G., van der Linde, H., Verheyen, A.K. and Nijkamp, F.P., 1995, Endogenous Nitric Oxide Modulation of Potassium-induced Changes in Guinea-pig Airway tone, Br. J.Pharmacol, 115(7) : 1194-1198
Huynh, N.N., Harris, E.E., Chin-Dusting, J.F.P. and Andrews, K.L., 2009, The Vascular Effects of Different Arginase Inhibitors in Rat Isolated Aorta and Mesenteric Arteries, Br. J. Pharmacol,156(1) : 84-93
Irie, K., Sato, T., Tanaka, I., Nakajima, J., Kawaguchi, M. and Himi, T., 2009, Cardiotonic Effect of Apocynum venetum L. Extracts on Isolated Guinea Pig Atrium, J Nat Med, 63(2) : 111-116
Jarvie, E.M., Cellek, S. and Sanger, G.J., 2008, Potentiation by Cholinesterase Inhibitors of Cholinergic Activity in Rat Isolated Stomach and Colon, Pharmacol. Res, 58(5) : 297-301
Ko, K.C. and Paradise, R.R., 1971, Effect of Starvation on Contractile Response of Isolated Rat Atria to Citrate and Bicarbonate-free Medium, Proc. Soc. Exp. Biol. Med, 137(3) : 1115-1119
Lullmann, H., Mohr, K., Ziegler, A. and Bieger, D., 2000, Color Atlas of Pharmacology, Second Edition., Thieme, New York
Niemeier, R.W., 1984, The Isolated Perfused Lung, Environ. Health Perspect, 56 : 35-41, 1984.

Xiao, H., Wang, T., Chen, J., Fan, L., Yin, C., Liu, J. and Gao, X., 2010, Chuanxiongzine Relaxes Isolated Corpus Cavernosum Strips and Raises Intracavernous Pressure in Rabbits, Int. J. Impot. Res, 22(2) : 120-126
Zhao, S., Wang, J., Yang, Y., He, Z. and Liao, Q., 2009, Organ Bath in Detecting the Effect of One-hour Warm Ischemia on Pulmonic Arteries and Bronchi from Non-heart-beating Donor Lungs, Chin. Med. J, 122(23) : 2903-2906

Senin, 19 Maret 2012

ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKEA


Trakea (Gambar 1) merupakan organ sistem pernafasan bagian bawah yang terletak di bawah larink, bentuknya menyerupai pipa yang tersusun memanjang ke bawah dan berbatasan dengan percabangan bronkus. Pada manusia, panjang trakea mencapai 4 inchi (10-12 cm) dengan ukuran diameter ±2 cm.Dinding trakea tersusun atas tulang rawan yang menyerupai huruf C (C-shape), terdiri dari 16-20 cincin tulang rawan. Bagian belakang dari tulang rawan berbatasan dengan esofagus yang dihubungkan oleh serabut otot polos trakea
(Marieb dan Hoehn, 2007).
Trakea bersifat fleksibel, sehingga mampu mengalami kontraksi dan kembali mengalami relaksasi ke ukuran semula.  Kontraksi otot polos trakea akan mengurangi ukuran diameter rongga trakea, dan pada keadaan ini dibutuhkan tenaga yang cukup besar untuk mengeluarkan udara dari paru-paru. Tulang rawan berfungsi mencegah terjadinya penyumbatan dan menjamin keberlangsungan jalannya udara, walaupun terjadi perubahan tekanan selama pernafasan.Trakea berfungsi sebagai tempat perlintasan udara setelah melewati saluran pernafasan bagian atas yang membawa udara bersih, hangat dan lembab (Marieb dan Hoehn, 2007).
Gambar 3.  Penampang melintang trakea (Marieb dan Hoehn, 2007)

Berbagai reseptor banyak terdistribusi pada membran sel otot polos trakea, diantaranya adalah reseptor β2-adrenergik, asetilkolin muskarinik (Ach-M1, Ach-M2, Ach-M3 dan Ach-M4)  dan reseptor histamin (H1) (Johnson, 1998; Roffel, et.al., 1997; Bryce, et.al., 2006).  Semua reseptor ini memiliki peranan penting dalam regulasi sistem pernafasan dan terlibat pada beberapa keadaan patologi penyakit, seperti pada gangguan saluran pernafasan yang berhubungan dengan penyumbatan saluran pernafasan karena alergi dan asma.

DAFTAR PUSTAKA
Bryce, P.J., Mathias, C.B., Harrison, K.L., Watanabe, T., Geha, R.S. and Oettgen, H.C., 2006, The H1 Histamine Receptor Regulates Allergic Lung Responses, J. Clin. Invest, 116(6) : 1624-1632
Johnson, M., 1998, The Beta-adrenoceptor, Am. J. Respir. Crit. Care Med, 158(5 Pt 3) : 146-153
Marieb, E.N. and Hoehn, K., 2007, Human Anatomy & Physiology, 7thed., Benjamin-Cummings Publishing Company, San Francisco
Roffel, A.F., Davids, J.H., Elzinga, C.R., Wolf, D., Zaagsma, J. and Kilbinger, H., 1997, Characterization of the Muscarinic Receptor Subtype(s) Mediating Contraction of the Guinea-pig Lung Strip and Inhibition of Acetylcholine Release in the Guinea-pig Trachea with the Selective Muscarinic Receptor Antagonist Tripitramine, Br. J. Pharmacol, 122(1) : 133-141

BUKU PEDOMAN SERTIFIKASI PENDIDIK UNTUK DOSEN (SERDOS) TERINTEGRASI

Sumber : Kopertis6

BUKU I.  NASKAH AKADEMIK. DOWNLOAD

KATA PENGANTAR
Sertifikasi pendidik untuk dosen (Serdos) merupakan program yang dijalankan berdasar pada (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (2) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (3) Peraturan Pemerintah R.I No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen, dan (4) Peraturan Mendiknas RI No. 47 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Pendidik untuk Dosen. Program Serdos merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional dan memperbaiki kesejahteraan dosen dengan mendorong dosen untuk secara berkelanjutan meningkatkan profesionalismenya. Sertifikat pendidik yang diberikan kepada dosen melalui proses sertifikasi adalah bukti formal pengakuan terhadap dosen sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi.
Penyelenggaraan program serdos tahun 2011 mengalami perubahan mendasar dalam prosedur dan tatalaksananya, yakni dari sistem berbasis off-line kepada sistem berbasis on-line. Perubahan sistem ini bertujuan untuk mendukung pengembangan nilai-nilai budaya akademik dalam rangka pendidikan karakter di perguruan tinggi.
Hal-hal yang terkait dengan prinsip, tujuan, dan tatacara penilaian penyelenggaraan program Serdos tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, buku pedoman yang wajib digunakan oleh semua pihak yang bertugas menyelenggarakan sertifikasi dosen adalah Buku-1 (Naskah Akademik), Buku-2 (Penilaian Portofolio), dan Buku-3 (Prosedur Operasional Baku Tatalaksana Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen (Serdos) Terintegrasi).
Kami mengucapkan terimakasih dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada Tim Sertifikasi Dosen dan pihak lain yang telah bekerja keras dalam mewujudkan pedoman ini demi terselenggaranya program sertifikasi dosen dengan baik.
Jakarta, Mei 2011
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
.
Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso
NIP. 195309091978031003


BUKU II. PENILIAIAN PORTOFOLIO.  DOWNLOAD

BUKU III. PROSEDUR OPERASIONAL BAKU DAN TATALAKSANA SERDOS TERINTEGRASI.  DOWNLOAD

LAMPIRAN BUKU III.  DOWNLOAD

Semoga bermanfaat bagi bapak/ibu dosen yang akan mengurus sertifikasi dosen tahun ini...  saya do'akan semoga cepat tersertifikasi pada tahun ini....   amien......


Minggu, 18 Maret 2012

Penerimaan Mahasiswa Baru Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Tahun 2012

Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Status Akreditasi BAN-PT : Terakreditasi B (Tahun 2009)

Brosur Tampak Depan

Brosur Tampak Belakang

Uang Pendaftaran :
Rp. 150.000

Masa Pendaftaran

Gelombang I
Masa Pendaftaran                               :  Januari – 30 Juni 2012
Ujian Seleksi                                       :  Senin, 2 Juli 2012
Pengumuman Hasil Ujian Seleksi         :  2 Juli 2012
Masa Registrasi Mahasiswa                :  3 – 31 Juli 2012

Gelombang II
Masa Pendaftaran                               :  2 Juli – 4 Agustus 2012
Ujian Seleksi                                       :  Senin 6 Agustus 2012
Pengumuman Hasil Ujian Seleksi         :  6 Agustus 2012
Masa Registrasi Mahasiswa                :  7 Agustus – 31 Agustus 2012

Gelombang III
Masa Pendaftaran                               :  6 Agustus – 15 September 2012
Ujian Seleksi                                       :  Senin 17 September 2012
Pengumuman Hasil Ujian Seleksi         :  17 September 2012
Masa Registrasi Mahasiswa                :  18 – 30 September 2012

Kouta Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun 2012
Gelombang
Kouta Kelas
Pagi
Sore
I
80
Tidak ada kouta
II
20
Tidak ada kuota
III
20
Tidak ada kuota


Materi Ujian Seleksi
·         Matematika
·         Bahasa Ingris
·         Biologi
·         Kimia


Biaya Perkuliahan
No
Program Studi
PKM
SPP
SKS
Praktikum*
SPI (Gel)
Dana Opreasional
I
II
II
1
Farmasi
350.000
700.000
60.000
700.000
10.000.000
11.000.000
12.000.000
-
2
Farmasi (Kelas Sore)
350.000
800.000
70.000
700.000
10.000.000
11.000.000
12.000.000
600.000

*Dibayarkan per semester

Keterangan :
·         PKM = Penunjang Kegiatan Mahasiswa
·         SPI = Sumbangan Pengembangan Institusi
·   Jika mengundurkan diri, biaya yang telah dibayarkan dikembalikan sebesar 50%.  Batas pengunduran diri adalah 1 (satu) minggu setelah registrasi